Reporter : Admin Terbitan

NTT, terbitan.com – Tampilannya sederhana. Tutur katanya lembut. Ia sangat perhatian, terutama kepada rakyat kecil. Dia adalah Dr. Simon Nahak, SH, MH, anak seorang petani tembakau dan tenun ikat dari Kampung Weulun, Desa Weoe, Kabupaten Malaka.

Simon, begitulah dia biasa disapa, telah 30 tahun melanglang buana di Pulau Dewata, Bali, mulai dari menimba ilmu hingga berkarya sebagai akademisi dan praktisi. Berbagai prestasi telah ia raih yang membuat hidupnya mandiri dan sukses.

Kini ia terpanggil untuk mengabdi bagi kampung halamannya Nusa Tenggara Timur (NTT). Dari senayan ia ingin memperjuangkan kepentingan rakyat serta mengawal anggaran untuk rakyat yang selama ini sering dikebiri lewat prakyek korupsi, kolusi dan nepotisme.

Lewat Partai Perindo, ia telah ditetapkan sebagai Caleg 2019 dengan nomor urut 4 dari daerah pemilihan (dapil) NTT 2, yakni Timor, Rote, Ndao Sabu dan Sumba.

Dalam kesehariannya, doktor jebolan Universitas Brawijaya Malang ini banyak membantu mahasiswa asal NTT di Bali yang mengalami kesulitan, termasuk memberi beasiswa kepada mereka yang membutuhkan.

Selain sebagai Lawyer, Simon juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Hukum, Universitas Warmadewa Bali.

Simon merupakan anak sulung dari 8 bersaudara, buah cinta pasangan bapak Marselinus Taek dan mama Bernadeta Hoar. Ia lahir di Weulun tanggal 13 Juni 1964 dan menamatkan SD di Desa Weoe tahun 1977.

Ia kemudian menamatkan sekolah menengah pertama di SMP St. Fransicus Xaverius Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) pada tahun 1984, dan sempat bersekolah di SMAK Giovanni Kupang selama 6 bulan.

Karena terbentur biaya, Simon akhirnya dipanggil pulang oleh orang tuanya dan melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Sinar Pancasila, Betun, Malaka.

Setelah tamat SMA, pada tahun 1987 Simon berangkat menuju Bali dan mendaftarkan diri di universitas Warmadewa. Karena kecerdasannya, saat berada di Semester V, ia diangkat menjadi asisten dosen dan berhasil menyelesaikan S1nya pada tahun 1992 dengan predikat Cum Laude.

Dia kemudian mengajar kembali di kampus almamaternya dan bekerja sebagai pengacara. Selama bekerja sebagai lowyer, Simon tak hanya menangani perkara yang menimpa orang Indonesia, tapi juga menangani kasus hukum yang menjerat warga asing di Bali.

Sambil bekerja, Simon menyelesikan pendidikan magister hukum di Universitas Udayana Bali dan diwisudakan pada tahun 2004. Selepas itu, pada tahun 2010 Simon mengambil gelar doktornya di Universitas Brawijaya Malang dan lulus pada tahun 2014 dengan predikat cum laude untuk yang kedua kalinya.

Kiprahnya di dunia lawyer membuat Simon makin terkenal dan terpilih menjadi DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Bali – Nusa Tenggara tahun 2010 – 2015, dan Ketua AAI Kota Denpasar tahun 2014-2019. Selama menjabat DPP AAI, Simon juga terpilih menjadi Ketua Dewan Pakar Peradi Kota Denpasar periode 2015 – 2018.

Meski begitu, Simon tak pernah meninggalkan almamaternya. Dia terus mengajar di Universitas Warmadewa hingga sekarang.

Di saat yang sama, Simon terus memberi perhatian bagi kampung halamannya Nusa Tenggara Timur. Dia memberikan bantuan konsultasi hukum gratis di wilayah Sumba dan Timor, termasuk memberi konsultasi hukum gratis bagi penghuni LP Penfui Kupang.

Dari rejekinya, dia juga mengulurkan bantuan air bersih perpipaan bagi warga Desa Pisan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), serta Desa Oeekam dan Desa Sulit Anametan di Malaka, bibit tanaman untuk gereja di Kecamatan Kupang Barat, dan kabel listrik untuk warga Desa Berene, Kecamatan Rinhat, Malaka.

Berbekal pengamalannya pula, Simon membantu pembangunan lopo wisata di kawasan Pantai Loodik di Kecamatan Kobalima, Malaka, dan Pantai Hanimasin di Kecamatan Wewiku, perbatasan Malaka – TTS.

Begitu niatnya maju sebagai caleg hanya memiliki satu tujuan, yakni memperjuangkan kepentingan rakyat dan memastikan kepentingan rakyat diperhatikan pemerintah pusat dan daerah.

Banyak orang mengatakan bahwa NTT ini susah untuk maju karena banyak Tnya, tertinggal, tertindas, terlantar, terbodoh, termiskin. Nah kita sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan di NTT, kalau kita tidak kembali untuk berbuat, siapa lagi, dan kalau bukan sekarang kapan lagi?,” tegasnya.

Kita tidak bisa terus-terusan menjadi penonton, saya kira sudah waktunya kita ambil bagian. Saya ingin berbuat baik kepada masyarakat,” ucapnya.

Menurut Simon, masalah hukum adalah masalah krusial di NTT. “Menjadi aneh ketika (NTT) provinsi termiskin, juga terkorup. Kalau tidak terkorup ya gak mungkin termiskin dong,” tegasnya.

Selain masalah hukum, kata dia, NTT juga terbelit masalah pendidikan.

Orang NTT ini pintar, cerdas, dan smart. Tetapi itu semua harus didukung dengan fasilitas, sarana prasarana pendidikan yang memadai. Dan, itu harus diperjuangkan di pusat. Karena itu saya terpanggil untuk memperjuangkan itu, dan mengawasinya, sehingga angggaran yang turun betul-betul tepat sasaran dan bermanfaat,” katanya. (adv/adv)

E-KORAN

IKLAN UCAPAN IDUL FITRI