Reporter : Admin Terbitan

MALAKA, terbitan.com – Keterlibatan pegawai honorer ikut berpolitik praktis menjadi perhatian khusus bagi masyarakat Kabupaten Malaka NTT.(27/2/2019)

Seperti yang terjadi hari ini di Atambua.
Delegasi Partai Golkar Kabupaten Malaka yang dipimpin Ketua Golkar Malaka itu dihadiri juga 25 Caleg Partai Golkar Kabupaten Malaka.

Para pendukungnya dan perwakilan dari kabupaten Malaka tersebut, diduga merupakan tenaga kontrak daerah Malaka, bahkan dugaan kuat lainya yang lebih paranya lagi, para anggota AMPG Malaka juga merupakan tenaga kontrak daerah yang aktif itu, hadir dalam acara tatap muka bersama Wakil Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Golkar, Dr.Ir. Akbar Tandjung.

Menurut Abd, yang dilarang untuk berpolitik praktis apakah hanyalah Aparatur Sipil Negara (ASN), sementara bagi honorer apakah tidak ada disebutkan dalam UU.

Tenaga kontrak atau honorer masuk dalam kategori Aparatur Sipil Negara (ASN) sebab sama-sama menerima upah dari pemerintah daerah setempat.

kok aneh yah dengan hal tersebut,kan tercantum juga dalam Undang-undang ASN, dimana ASN terbagi menjadi dua kategori, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Dalam UU ASN kan jelas, tenaga kontrak itu masuk dalam kategori ASN jika berdasarkan UU ASN itu. Sebab, tenaga kontrak adalah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.

Dengan demikian, para tenaga kontrak daerah yang menghadiri kegiatan partai Golkar ini sudah melakukan pelanggaran, secara tegas kami meminta kepada Bawaslu bertindak sesuai aturan, terhadap tenaga kontrak daerah yang hadir dalam kegiatan partai tersebut.

Sedang Berton Mali mengatakan kan sudah ada aturan tentang pelarangan berpolitik praktis bagi ASN dan THL di media sosial. “Larangan berpolitik praktis bukan hanya untuk ASN, tetapi juga pegawai yang berstatus THL. Karena tidak sedikit THL yang melakukan politik praktis di media sosial,” ujarnya.

Untuk itu para ASN serta THL yang secara terang-terangan mendukung atau meyatakan dukungan serta hadir dalam kegiatan salah satu oknum atau partai itu sangat dilarang. “Sesuai UU nomor 53 tahun 2010, bukan hanya ASN yang dilarang tetapi THL juga. Bahkan Lurah pun dilarang,” ungkapnya.

Menurutnya semua pegawai diberikan gaji oleh negara yang sumbernya dari rakyat. Sehingga secara profesional seorang pegawai harus memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, bukan seperti di kabupaten Malaka, tenaga kontrak daerah tinggalkan kantor/pekerjaan hadiri kegiatan partai.

Untuk THL terikat akan Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25 tahun 2005. Dalam rangka peningkatan pelayanan publik, THL harus bekerja sesuai tupoksi. Artinya siapapun penyelenggara pelayanan publik harus mengikuti aturan. Bila ada THL yang kedapatan berpolitik praktis, maka kontrak kerjanya akan dihapus.

E-KORAN