Reporter : Admin Terbitan

SEMARANG, terbitan.com – “Perempuan adalah pembawa peradaban. Ibu adalah pendidik manusia yang pertama. Perempuan yang beradab dan berpendidikan menjadi penolong yang berharga bagi kaum laki-laki.”

Kutipan monolog RA Kartini “Cahaya Penerang Kegelapan” yang ditampilkan dengan penuh penghayatan oleh Wakil Ketua Bidang Sosial Budaya Dharma Wanita Persatuan (DWP) Jateng Nita Ernawati Prasetyo itu, mengundang decak kagum hadirin, termasuk Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono yang menghadiri Peringatan Hari Kartini ke-140 Tahun 2019 DWP Provinsi Jateng di Gedung DWP Provinsi Jateng Lantai V, Senin (22/4/2019).

Sri Puryono yang juga menjabat sebagai Penasehat DWP Jateng berpendapat, monolog tentang pejuang emansipasi wanita sukses ditampilkan secara runtut. Diawali dari kisah masa kanak-kanak RA Kartini yang lahir sebagai puteri Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang memperistri anak salah seorang guru agama bernama MA Ngasirah. Sejak belia hingga beranjak dewasa, RA Kartini begitu bersemangat mengenyam pendidikan demi mencerdaskan diri dan kaum perempuan di sekitarnya. Bahkan, ketika telah dipersunting oleh Bupati Rembang K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, RA Kartini tidak berhenti berjuang untuk memajukan perempuan pribumi kala itu.

Meneladani kisah RA Kartini tersebut, Sri Puryono menegaskan, perjuangan para ibu untuk merawat dan mendidik anak-anak tidak boleh dipandang sebelah mata. Dia lantas menceritakan dialog yang diperoleh di medsos, di mana ada guru yang bertanya pada siswa, berapa honor yang diminta jika disuruh bekerja 24 jam. Jawabannya pun beragam, ada yang meminta honor Rp50 juta per bulan, ada yang lebih, ada pula yang mengatakan tidak mau.

“Gurunya bilang, kalian tidak menyadari jika ibumu bekerja 1×24 jam untuk keluarga dan tidak ada yang menggaji,” ungkap Sekda.

Dia pun teringat kisah sang ibu yang telah berhasil membesarkan dirinya dan sembilan saudaranya. Ibunya adalah ibu rumah tangga, istri seorang pensiunan TNI, yang sehari-hari juga bertani. Meski hidup sangat sederhana, sang ibu selalu mendorong putra-putrinya mengenyam pendidikan tinggi agar kelak mampu menjadi orang sukses.

“Itulah perjuangan ibu. Tanpa ibu, saya bukan apa-apa. Ibu-ibu juga jangan takut rekasa,” bebernya.

Sri Puryono mengisahkan, ketika duduk di bangku kuliah, dia tidak hanya menimba ilmu, namun juga bekerja paruh waktu untuk mengumpulkan penghasilan tambahan agar dapat meringankan beban ekonomi orang tua. Sehari-hari, dia bekerja sebagai loper telur asin. Sementara itu, pada akhir pekan, Sri Puryono memilih berjualan bubur ayam. Teladan dari kedua orang tua untuk hidup sederhana, namun tetap ulet dan disiplin itulah yang kini mengantarkan Sri Puryono sukses dalam berkarir.

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jateng itu menambahkan, ibu menjadi penentu kesuksesan anak pada masa depan. Mengutip hasil riset peneliti asal Amerika Serikat, bahwa 70 persen kecerdasan anak ditentukan oleh ibu.

“Selamat Hari Kartini, mudah-mudahan ibu-ibu bisa meneladani perjuangan RA Kartini. Meski pada masa sulit, beliau terus belajar. Didiklah anak-anak ibu menjadi anak-anak yang cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual. Antarkan anak-anak kita menjadi generasi emas, generasi penerus para pejuang,” pesannya.

Para ibu juga dimintanya untuk memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsi sang anak sehari-hari. Pastikan agar makanan dan minuman itu bergizi seimbang sehingga anak pun sehat dan cerdas.

“Kita teracuni oleh tiga hal yang kita tidak terasa, yaitu food, fashion dan fun. Fast food itu berbahaya bagi kesehatan. Karena kita orang Indonesia, orang Timur, pakaian kita janganlah yang minim. Kita harus bisa menyeleksi (pengaruh dari luar),” bebernya.

Senada, Ketua DWP Jateng Rini Sri Puryono juga mengajak agar pengurus dan anggota DWP Jateng dapat meneladani semangat dan pola pikir RA Kartini yang selalu berupaya mencerdaskan diri dan lingkungannya. Dayagunakan seluruh kesempatan yang ada. Hal itu selaras dengan pemikiran RA Kartini yang menghendaki terjadinya modernisasi pola pikir dan perilaku wanita Jawa. Yaitu wanita yang berani hidup dalam menentukan kehendaknya, bersedia berbuat suatu hal yang baik untuk masyarakat, dan tidak mementingkan diri sendiri.

“Kaum perempuan harus bisa memaksimalkan kesempatan yang ada, selalu mencerdaskan diri, terus belajar agar mampu membaca peluang serta mengasah dan mengoptimalkan bakat dan minat untuk berbuat yang terbaik bagi diri kita dan lingkungan kita,” tegasnya.

E-KORAN