Reporter : Admin Terbitan

MADIUN, terbitan.com – Duduk di ruangan warung kopi miliknya Mbah Mainem menunjukkan kertas catatan angsuran bank titiL atau bank plecit.

Praktek rentenir atau biasa di sebut “bank plecit” nampaknya masih marak di kabupaten Madiun. Dengan berdalih KSP “koperasi simpan pinjam” mereka memberikan pinjaman dengan bunga tinggi dan menagih hutang dengan kasar dan seenaknya sendiri. Bahkan tidak memandang status dan usia targetnya.

Seperti di ungkapkan oleh Mainem , seorang janda berusia 75 tahun pemilik warung kopi yang hidup sendiri di Desa Dungus, Kecamatan Wungu ,Kabupaten Madiun, Jawatimur. Ia mengaku pernah berhutang hanya sebesar ratusan ribu rupiah saja kepada bank plecit. Namun jika terlambat membayar, dia selalu di marah i oleh petugas rentenir atau disebut “bank plecit”. Bahkan suatu ketika Mbah Mainem sedang memasak di dapur, datang lah dua orang petugas bank plecit yang menagih hutang padanya, karena Mbah Mainem tak punya uang, Mbah Mainem minta libur untuk sekali saja karena angsurannya sudah angsuran ke empat dan sebelumnya tidak pernah libur.

Tak terima mendengar Mbah Mainem minta libur ,oknum petugas bank plecit itu langsung marah dan memaki maki Mainem . Tak hanya marah , bahkan oknum petugas bank plecit tersebut juga meng obrak abrik masakan yang akan di jajakan Mbah Mainem.

“Pas Kulo teng Pawon masak, Wonten pegawai bank plecit dugi Kulo nyuwun prei malah nesu nesu dagangan Kulo di orat arit, Ketika saya di dapur lagi masak ada pegawai bank plecit datang, saya minta libur malah marah dagangan saya di obrak abrik,” Ungkap Mainem .

Sebenarnya Mbah Mainem tak ada niat untuk berhutang ke bank plecit , namun oknum bank plecit datang sendiri ke warungnya .Berdalih menawarkan pinjaman untuk modal usaha dan merayunya, serta pinjaman yang tanpa anggunan dan hanya bermodalkan fotocopy KTP, karena mengingat ekonomi yang pas Pasan akhirnya mbah Mainem meng ia kan penawaran oleh oknum bank plecit tersebut. Meskipun dengan bunga yang tinggi .

Disinggung mengenai bunga pinjaman dan penerimaan , Mbah Mainem mengaku jika dirinya meminjam seratus ribu rupiah , maka hanya menerima delapan puluh ribu rupiah saja. Dan harus mengangsur tiga belas ribu rupiah kali sepuluh Minggu.

“Nek Ngamprah satus ewu, nompone namung wolungpuluh ewu angsurane tigowelas ping sepuluh Minggu, Kalo pinjam seratus ribu, terimanya hanya delapan puluh ribu angsurannya tiga belas ribu kali sepuluh Minggu,” jelasnya.

Karena bunga yang tinggi dan cara menagihnya yang seenaknya sendiri , Mbah Mainem merasa kapok pinjam modal di rentenir atau disebut “bank plecit ” Mbah Mainem berharap kepada dinas terkait untuk menertibkan praktik rentenir yang berkedok KSP . Karena cara menagihnya yang cenderung tidak manusiawi hingga meresahkan masyarakat.

E-KORAN