Reporter : Adie

SAMPANG, Terbitan.com – Diduga memiliki pengalaman buruk terhadap keluarganya yang saat itu memeriksakan kesehatannya di Rumah Sakit (RS) Nindhita, Jl. Syamsul Arifin Kota Sampang, membuat warga ini mengirim pesan berantai di media sosial yang berupa warning atau peringatan.

Dalam pesan singkat yang diterima media terbitan.com dari Kompol (Purn) Heri Dharsono, SH. warga Perumahan Selong Permai, Kota Sampang berpesan agar untuk hati-hati ketika terperiksa di RS Nindhita lantaran diduga memiliki manajemen yang kurang baik.

“Asalamu’alaikum Wr Wb, Hati hati periksa kesehatan ke RS NINDHITA Sampang Menegement nya sangat buruk sekali RS yang berorientasi bisnis semata. (Provit Oriented),” tulis Kompol (Purn) Heri Dharsono, SH., dalam pesan yang diterima awak media, Rabu (10/03/2021).

Diceritakannya dalam pesan itu bahwa pengalaman buruk itu terjadi saat putranya, Dwiki Rizwan Nizar memeriksakan dirinya di rumah sakit tersebut pada 7 Maret 2021 sekitar pukul 11:45 WIB.

“Pengamalan saya sendiri kemarin Senin hari tanggal 7 Maret 2021 Jam 11.45 Wib saya memeriksakan kesehatan ke RS NINDHITA di Jl. Syamsul Arifin Sampang karena sakit diare, setelah sampai di RS, Registrasi dengan bayar Rp. 30.000,- (tanpa kwitansi),” tambahnya.

Lebih Lanjut, pihaknya mengaku diarahkan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk dilakukan pemeriksaan media lebih lanjut, kemudian menurut Heri anaknya harus di infus dan observasi.

“Selanjutnya diarahkan ke ruang IGD untuk diperiksa scr medis, setelah diperiksa oleh dokter anak saya hrs di infus dan hrs observasi selama 1 jam. (terkesan opservasi ini hanya dalih RS untuk mengelabuhi pasien agar RS bisa mengambil uang dr pasien),” tulisnya.

Diceritakan lebih detail, “Setelah observasi diperbolehkan pulang, saya mengurus adm di tempat resepsionis dgn membayar Rp. 470.000,- tanpa diberikan kwitansi pembayaran hanya dikasih blanco resep obat untuk di minum setelah pulang dr RS dan agar diambil di apotik RS Nindhita, selanjutnya saya ke apotik dan menyerahkan blanco dr resepsionis tsb dan saya tanyakan berapa harga obatnya dijawab oleh petugas apotiknya Rp. 30.000,-,” jelasnya.

“Selanjutnya petugas apotik mengambilkan obatnya setelah mau saya bayar dan saya ambil obatnya petugas tsb masih pergi ke resepsionis, katanya mau konfirmasi ttg pembayaran, saya ikut ke resepsionis, selanjutnya saya di kasih penjelasan bahwa masih ada kekurangan pembayaran,” imbuhnya.

Kendati demikian, mantan Kabagrenc Polres Sampang menambahkan, dirinya tidak mau membayar karena pembayaran sebelumnya tidak diberi kwitansi dan penjelasan, menurutnya saat itu dirinya hanya diberi resep obat.

“Saya tidak mau bayar kekurangannya karena pada waktu saya membayar Rp. 470.000,- tanpa dikasih penjelasan dan tanpa dikasih kwitansi hanya di kasih blanco untuk ambil obat di apotik RS Nindhita). dan saya langsung pulang obat tdk saya ambil, setelah saya sampai di rumah anak saya di telphon dari pihak RS Nindhita menyampaikan permohonan maaf bahwa ada kesalahpahaman masalah pembayaran,” tandasnya.

Dirinya menyimpulkan bahwa terjadi dugaan permainan dan Manajemen RS terkait amburadul dengan tidak jelasnya proses pembayaran. “Di sini kelihatan sekali bahwa Management RS Nindhita sangat amburadhol semua pembayaran sengaja tidak kasih kwitansi agar petugas resepsionis dan apotik bisa bermain untuk memeras pasien,” tukasnya.

Ia berharap hal yang terjadi pada dirinya tidak akan terjadi pada masyarakat lain. “Demikian pengalaman saya dgn RS Nindhita dgn harapan pengalaman saya ini tdk terjadi dgn masyarakat yg lain,” tutupnya.

Sementara Humas RS. Nindhita Sampang, Zaini saat dihubungi terbitan.com, membenarkan adanya kejadian tersebut, menurutnya hal itu sudah sesuai dengan harga yang ada di RS terkait.

“Iya memang benar, dan SDH sesuai harga kita, Sdh di jelaskan ke pasiennya, Dan saya rasa harga segitu wajar,” tulisnya melalui pesan singkat WhatsApp pada terbitan.com.

Disinggung mengenai kebenaran atau tidak soal pihak RS Nindhita yang tidak memberikan kwitansi, pihaknya mengaku saat itu petugas tidak sempat memberikan nota.

“Tidak sempat memberikan nota, Karena pasiennya SDH ngamuk2, Ya biasalah bekerja di bidang pelayanan,” sanggahnya.

Menurut Zaini, dengan harga yang disebut dalam pesan di atas sudah wajar. “Sebenarnya dengan harga diatas SDH wajar, Cuma 470rb,” imbuhnya.

Kendati begitu, dirinya mengaku tidak bisa menyebut secara rinci mengenai biaya Rp470 ribu itu untuk apa saja, menurutnya itu merupakan hak pasien.

“Maaf lek, Itu hak pasien, Kalau mau tahu, ketemuan aja, Tapi waktunya belum tepat, Slnya saya masih isolasi sosial mandiri pasca kena covid, #isolasi mandiri,” tutupnya.

E-KORAN