MUARA TEWEH, terbitan.com – Sudah tiga bulan pelaksanaan pemilihan Damang Lahei Kabupaten Barito Utara dilaksanakan berdasarkan surat keputusan Bupati Baito Utara No.188.48/126/2020 tentang pembentukan Panitia Pemilihan Damang Kepala Adat Kecamatan Lahei Tahun 2020, namun sampai saat ini belum dilantik untuk calon terpilih.

Untuk diketahui pelaksanaan kegiatan Pemilihan Damang Kecamatan Lahei Kabupaten Barito Utara di laksanakan pada hari Rabu 17 Juni 2020 Pukul 08.00 Wib sampai dengan selesai Bertempat Di aula Kantor Kecamatan Lahei.

Seorang oknum Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Muara Pari Ahmad Yudan Baya yang merasa keberatan melayangkan surat laporan ke Bupati Barito Utara terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dan dugaan pelanggaran ketentuan Peraturan Daerah No.16 Tahun 2018 tentang Kelembagaan Adat Dayak Di Kalimantan Tengah.

“Saya keberatan dengan panitia pemilihan Damang Lahei yang telah menina bobokan ketentuan pasal 18 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah yang mana ada beberapa hak pilih dihilangkan seperti Ketua BPD, Ketua Lembaga Kemasyarakatan, dan semua anggota kerapatan mantir perdamian adat se kecamatan lahei,” cetusnya saat memberikan keterangan pers di kantor IPJI Barut. Rabu (26/08).

Lanjutnya, Bahwa pemilih Damang Kepala Adat yang diundang oleh panitia tidak memenuhi 2/3 kententuan pasal 22 ayat (3) dari jumlah pemilih yang tetapkan.

“Ironisnya, sebelum adanya pemilihan Damang Kepala Adat kecamatan Lahei, kami ditingkat Desa khususnya Muara Pari tidak pernah diberitahukan terlebih dahulu oleh panitia pemilihan,” terannya.

Tambah Yudan sapaan akrabnya, ketua panitia dalam hal ini selaku camat lahei melakukan Diskriminatif dan telah menghilangkan hak konstitusionalnya selaku lembaga di Desa dalam pemilihan Damang Kepala Adat, karena jelas di dalam perda No.16 Tahun 2018 adalah sebagai lex spesialis di Kalteng.

“Saya berharap kepada Bapak Bupati Barito Utara selaku pemimpin Daerah menon aktifkan dari jabatannya sebagai camat Lahei sesegera mungkin, diberikan sanksi, dan agar pemilihan Damang teeranggal 17 Juni 2020 di batalkan,” pungkas Yudan.

Saat dikonfirmasi wartawan kepada ketua panitia pemilihan Damang Kepala Adat Kecamatan Lahei Rusihan melalui chat whastapp mempertanyakan terkait pemilihan Damang Lahei Karena diduga bertentangan dengan Perda No.16 Tahun 2018 Pasal 18 dan yang mana salah satu Desa untuk pemilihan dari Ketua BPD tidak diundang, yang kami peroleh datanya.

Dengan singkat balasan chat whastapp menuliskan,” oh…..siap.

Dalam chat whastapp juga disinggung wartawan dasar acuan panitia pemilihan Damang Lahei dalam melaksanakan pemilihan sehingga tidak mengundang salah satu ketua BPD, padahal didalam Perda No.16/2008 jelas diatur mengenai hak pilih.

“Silahkan dilihat Pergub dan Perbupnya… tulis Rusihan.

Ia juga menambahkan untuk Detailnya silahkan klarifikasi dengan Kasi Tata Pem Kec Lahei pa Swastika Malabaya…besok ke Desa Ipu.

Terpisah, saat dikonfirmasi wartawan kepada Ketua DAD Barut Junio Suharto melalui chat whastapp terkait laporan salah seorang oknum BPD Muara Pari yang dalam pelaksanaan pemilihan Damang kecamatan Lahei, yang tidak di undang padahal ybs memiliki hak pilih sebagamana diatur dalam pergub no 16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak Di Kalteng, bagian kedua Hak Memilih dan Dipilih, Pasal 18 dan Apakah sah pemilihan damang tersebut karena ada beberapa suara yg tidak ada sesuai aturan,

Junio Suharto mengatakan Menjawab pertanyaan sah atau tidaknya pemilihan damang tersebut bergantung pada aturan mana yang panitia gunakan, bila panitia menggunakan perda Kab Barito Utara no 1 THN 2002, maka benar yang memilih hanya ketua adat dan kades saja, BPD tdk ikut memilih dan mereka yang pernah dihukum pidana tidak dapat mencalonkan diri.

“Namun bila menggunakan perda provinsi Kalteng no 16 Thn 2008 dan perubahannya maka ketua BPD ada hak pilih. Kalau menggunakan kedua perda tadi terjadi kerancuan hukum,” tulisnya.

Sambungnya, Maka semestinya panitia menghindari kerancuan, jika menggunakan perda Kab THN 2002 harus konsisten, demikian pula jika menggunakan perda provinsi no 16 Thn 2008 juga harus konsisten. Kalau kita cermati pasal aturan peralihan Perda no 16 Thn 2008, maka masa transisi perda Kab sudah lewat, maknanya saat ini pemkab harus menggunakan perda provinsi no 16 tahun 2008 tsb secara konsisten.

“Kalau dipaksakan hasil pemilihan Damang Lahei tersebut di SK kan dan dilantik saya khawatir Damang yang bersangkutan bisa jadi tidak diakui oleh Pemprov atau terjadi gugatan PTUN terhadap hal ini,” balas Junio.

Kembali ditanya wartawan, Jadi apakah dalam fungsi dan tugas DAD tidak memberikan saran dan masukan untuk panitia agar sejalan dalam melaksanakan aturan mengingat usia perda kab barut no.01/2002 dibawah perda provinsi kalteng no.16/2008 tentang kelembagaan adat dayak di Kalteng.

Dengan balasan Junio, Fungsi DAD diatur dalam perda 16 thn 2008, yaitu melaksanakan fungsi koordinasi dan supervisi dalam pelaksanaan penegakan adat. Dlm kasus ini kami sudah melaksanakan fungsi tersebut malah ada utusan yang hadir pada pemilihan tersebut. Tetapi kita tidak bisa intervensi, kita hanya memberikan saran kepada panitia. Dalam konteks ini kelihatannya panitia berupaya mengakomodir kedua perda tadi degan penyesuaian. Pada substansi isi pada pasal2 keduanya berbeda.

“Sungguhpun secara norma memang Perda kab harus harmonis dengan Perda provinsi, tetapi dalam konteks ini perda kab lebih dulu lahir, karena itu ia tidak mengacu kepada Perda provinsi,” ungkapnya.

Sementara rancangan Perda kab tentang kelembagaan adat Dayak yang mengacu kepada Perda provinsi belum disahkan malahan belum dibahas di DPRD.

Sehingga ini yang menjadi argumen Perda tahun 2002 tersebut tetap digunakan kitapun tidak memaksakan panitia harus menggunakan Perda provinsi No.16 tahun 2008 karena juga punya argumen tadi.

“Hanya saja karena panitia menggunakan kedua perda tersebut mengalami kesukaran karena isi keduanya tidak singkron sehingga menimbulkan masalah yang muncul saat ini,” ungkap Junio

Disinggung wartawan kembali bagaimana dengan SK nanti yang dikeluarkan oleh pa Bupati karena karena Damang tersebut tidak diakui oleh Pemprov kan jadi masalah dikemudian hari sedang aturan adat harus ada yang menangani secara pengakuan formal.

“Kalau itu nanti terpaksa terjadi, tetap semoga saja tidak terjadi. Kalau terjadi nantinya menjadi tugas kita mengkomunikasikannya dengan DAD provinsi dan Pemprov. Tetapi saya sangat yakin karena banyak protes terhadap proses pemilihan Damang Lahei ini tentunya Pemda juga berhati hati dalam mengambil keputusan apakah mengesahkan hasil pemilihan Damang tersebut atau membatalkannya,” tutup Ketua DAD Barut. (Iwan)