Reporter : Moh. Darma

BONDOWOSO, Terbitan.com – Ketua LSM Libas, Ahmad Fauzan Abdi, membantah pendapat ketua lajnah pemenangan pemilu (LPP) PPP kabupaten Bondowoso, yang menganggap statementnya hanya berdasarkan katanya, karena memang memiliki dasar. LSM Libas sendiri mengkritisi Bupati, yang dianggap telah melanggar PP 54 ahun 2017, usai melantik 3 pejabat di badan usaha milik daerah (BUMD).

“Apa yang saya lakukan ini, semua karena kecintaan saya kepada KH. Salwa Arifin selaku bupati di Bondowoso. Saya akan menyuarakan kebenaran meskipun itu menyakitkan dan akan mengatakan itu salah kalau memang salah meskipun itu berdampak kepada diri saya,” kata Fauzan, Selasa (31/12’2019)

Pihaknya juga tidak ingin Bupati Bondowoso jatuh kejurang yang sama. Karena kecerobohan bawahannya, dan meminta anggota dewan, sebagai fungsi pengawasan yang diamanahkan oleh Undang-Undang agar jangan menutup mata.

“Bila ada kekeliruan yang dilakukan oleh eksekutif segera ingatkan jangan hanya diam dan berpangku tangan. Karena mutasi sebelumnya sudah ada yang salah,” pintanya.

Menurutnya, baru-baru ini Bupati telah mengangkat dewan pengawas PDAM atas nama Hairul, S.Pd.I dengan SK Bupati nomor 637 tahun 2019. Dengan menggunakan dasar yang salah yaitu Perbub 52 tahun 2019.

Aapaun dalam Perbub itu pasal 17 angka 3 berbunyi, “Dalam hal tidak terdapat Pejabat Pemerintah Daerah yang mendaftarkan diri sebagai anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a maka anggota Dewan Pengawas dapat berasal dari unsur independen.

Bunyi ayat ini kata dia, bertentangan dengan bunyi pasal 17 yang berbunyi BUMD dengan jumlah anggota dewan pengawas sebanyak 1 orang berasal dari pejabat pemerintah daerah, dan bunyi pasal 17 angka 4 yang menyatakan bila tidak ada pejabat pemerintah daerah yang dapat diangkat sebagai dewan pengawas maka KPM mengajukan permohonan Pejabat Pimpinan Tinggi pratama, Pemprov kepada gubernur untuk ditetapkan sebagai dewan Pengawas.

Dia menyayangkan Bupati berani memunculkan sebuah ayat yang substansinya menabrak aturan di atasnya. Sementara bila mengacu kepada UU 12 Tahun 2012, dan permendagri 120 tahun 2018, bahwa dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus berdasarkan peraturan yang lebih tinggi.

“Sehingga jelas Perbub 52 sebagai dasar pengangkatan saudara Hairul selaku dewan pengawas PDAM, menyalahi aturan yang ada di Permendagri 2018 dan SK Bupati cacat hukum dan harus ditarik,” paparnya.

Jadi, lanjut dia, pengangkatan anggota dewan pengawas dan anggota direksi terpilih dilakukan dengan keputusan KPM bagi Perumda bukan dengan keputusan Bupati.
Selajutnya KPM dengan keputusannya melakukan pengangkatan seperti yang tertuang dalam pasal 49 huruf (a).

“Tapi yang saya sayangkan SK pengangkatan Dewan Pengawas serta Anggota Direksi PDAM menggunakan Surat Keputusan Bupati. Ini berarti Bupati menyalahi aturan yang dibuatnya sendiri yang tertuang didalam Perbub 52 tahun 2019, ini benar benar ironi, membuat aturan sendiri dan dilanggar sendiri,” paparnya.

Ditegaskannya juga, bahwa harus dibedakan kedudukan KH. Salwa Arifin selaku Bupati dan selaku Kepala daerah adalah mewakili Pemda dalam kepemilikan kekayaan daerah dan dalam hal ini di sebut KPM.

Menurutnya, meski Permendagri 37 KPM menyerahkan kewenangan kepada kepala daerah dalam hal proses seleksi Dewan Pengawas, Anggota Direksi perumda dan anggota direksi perseroan daerah.

“Tapi dalam hal pengangkatanya dilakukan oleh keputusan KPM untuk perumda dan Keputusan RUPS untuk perseroan daerah. Saya menyesalkan para pembantu bupati tidak memiliki etika,” pungkasnya.