Reporter : Moh. Darma

BONDOWOSO, Terbitan.com – Karapan sapi merupakan peninggalan seni budaya dari nenek moyang, atau istilah yang disebut perlombaan pacuan sapi. Kerapan sapi yang berasal dari Pulau Madura, dan 80 persen masyarakat Bondowoso adalah suku Madura.

Hal ini dilakukan masyarakat Desa Gubrih, Kecamatan Wringin Bondowoso punya tradisi tersendiri untuk menyambut datangnya musim hujan.

Mereka menggelar kerapan sapi yang diikuti sekitar 20 peserta yang datang dari beberapa wilayah di sekitar Wringin, dan Bondowoso (28/9/2019).

Menurut Abdul Azis, ketua panitia, kerapan tersebut sebagai wujud syukur dalam menyambut datangnya musim hujan.

”Selain itu juga untuk melestarikan karapan sapi sebagai budaya masyarakat dan sarana silaturahmi antar warga desa,” katanya.

Apalagi sapi-sapi yang bertanding dalam karapan itu adalah sapi-sapi milik warga Bondowoso semua. “Jenisnya memang jenis khusus untuk karapan sapi sama seperti di Madura,” jelasnya.

Selain itu lanjut dia, tradisi tersebut untuk meningkatkan gairah masyarakat dalam beternak sapi.

” Karena sapi-sapi yang menang itu menjadi prestis tersendiri bagi pemiliknya, sehingga muncul semangat untuk memelihara dan merawat sapinya dengan baik’,” ungkapnya.

Tak ayal, karapan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk melihatnya. Mereka juga rela meninggalkan pekerjaannya untuk melihat meriahnya balapan sapi tersebut.

Pantauan langsung media ini, Desa Gubrih, Kecamatan Wringin, Bondowoso berada di ketinggian. Dimana satu dusun dengan dusun lainnya terpisah oleh bukit atau sungai. Namun medan yang berat itu tak mengurangi semangat masyarakat untuk datang melihat balapan sapi tersebut.

E-KORAN