MUARA TEWEH, terbitan.com –  Manajemen PT Bharinto Ekatama (BEK) perusahaan pemegang konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Wilayah Kalimantan Tengah-Kalimantan Timur mendatangi undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD kabupaten Barito Utara terkait ganti rugi lahan masyarakat Desa Benangin, Kecamatan Teweh Timur, Senin (5/04) kemaren.

Adapun Manajemen PT BEK yang menghadiri undangan tesebut adalah, Hirung, Agustinus, Wahyu, Kepala Teknik Tambang (KTT) Prayono, dan seorang perwakilan dari Jakarta.

Saat mereka datang malah mereka cuma menawarkan kompensasi atau ganti rugi atau tali asih atau istilah yang doyan dipakai PT BEK sendiri kebijakan kepada pemilik lahan tambang di Desa Benangin I, II, dan V, Kecamatan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara sebesar Rp30 juta per hektare.

Ya jelas pemilik lahan di Kecamatan Teweh Timur menolak angka tersebut, karena mereka membandingkan dengan besaran kompensasi lahan di Kecamatan Damai, Kalimantan Timur yang mencapai Rp60 juta pet hektare.

Puncaknya, dua warga bernama Noralini dan Cuah mengirim surat dan rekaman video menggambarkan ulah diskriminatif PT BEK terhadap warga Kalteng. Surat ini pula yang menjadi dasar DPRD Barito Utara menggelar RDP.

Saat pimpinan RDP Parmana Setiawan memberikan kesempatan bicara, Ketua Komisi III DPRD Barito Utara Dr Tajeri langsung berujar permasalahan utama berapa nilai kompensasi di Kaltim dan berapa di Kalteng.

“Perusahaan mesti menghargai hak-hak ulayat dan hak adat warga Benangin. Saya sedih melihat video. Pak, tolong jangan ada kekerasan,” kata Tajeri kepada manajemen PT BEK.

Anggota DPRD lainnya, seperti Surianur, Hasrat, dan Abri juga senada mempertanyakan adanya perbedaan, ketimpangan, diskriminasi pembayaran kompensasi bagi pemilik lahan di Kaltim dan Kalteng. “Selama kompensasi belum selesai, sebaiknya tak ada aktivitas di wilayah Kalteng,” tegas politikus F-PPP Abri.

Semua pendapat di atas disimpulkan oleh Parmana Setiawan dengan satu pertanyaan, apakah ada opsi yang ditawarkan PT BEK kepada para pemilik lahan di Kalteng.

Hirung dan Agustinus mengatakan, PT BEK sanggup cuma membayar kompensasi Rp30 juta per hektare saja, karna lantaran ada surat larangan dari Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk membayar kompensasi di atas wilayah hutan dan Menyesuaikan atau melihat kondisi bisnis perusahaan saat ini.

Bahkan sejak tahun 2017 nilai kompensasi lahan di Kaltim Rp30 juta per hektare. “Kalau di dalam kawasan, hutan proses itu, tak dapat dilakukan. Kalau di luar kawasan hutan, bisa ganti rugi,” sebut Agustinus yang mendapat banyak kesempatan bicara mewakili manajemen di penghujung RDP.

Setelah mendengar argumen manajemen PT BEK, anggota DPRD Barito Utara meminta kopian surat Dirjen Gakkum Kementerian LHK. Pihak PT BEK minta waktu untuk menyerahkan dokumen tersebut kepada pimpinan RDP.

E-KORAN