Reporter : Admin Terbitan

JAKARTA, terbitan.com – Industri pengolahan masih memberikan kontribusi terbesar terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) nasional hingga 19,86 persen sepanjang tahun 2018. Capaian positif ini terus digenjot agar di tahun 2019 lebih meningkat seiring komitmen pemerintah merevitalisasi sektor manufaktur.

“Industri manufaktur merupakan tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu menjadi sektor andalan dalam memacu pemerataan terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang inklusif,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Sabtu (9/2).

Menurut Menperin, pemerintah fokus mengembangkan industri manufaktur yang menitikberatkan pada sektor pengolahan sumber daya alam, berorientasi ekspor, dan padat karya. Selanjutnya melalui pendekatan rantai pasok yang terintegrasi dari hulu sampai hilir agar lebih berdaya saing di tingkat domestik, regional, dan global.

“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, saat ini penting sekali melakukan transformasi ekonomi, yang menggeser ekonomi berbasis konsumsi menjadi berbasis manufaktur. Sehingga lebih produktif dan memberikan efek berganda yang lebih besar,” paparnya.

Airlangga juga menjelaskan, aktivitas industrialisasi konsisten memberikan efek berantai yang luas bagi perekonomian nasional. Dampak itu antara lain meningkatkan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, serta penerimaan devisa dari ekspor dan pajak.

“Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian serius mendorong kebijakan hilirisasi guna mencapai sasaran tersebut,” tegasnya. Dalam hal ini, sejalan dengan program prioritas nasional yang terdapat dalam roadmap Making Indonesia 4.0.

“Dengan Making Indonesia 4.0, kita harus optimistis mengembalikan industri manufaktur sebagai sektor mainstream dalam pembangunan nasional. Dan, melalui penerapan industri 4.0, akan lebih meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam menciptakan produk berkualitas,” imbuhnya.

Berdasarkan catatan Kemenperin, industri pengolahan nonmigas mampu tumbuh sebesar 4,77 persen pada tahun 2018. Adapun sektor yang menjadi penopangnya, antara lain industri mesin dan perlengkapan yang tumbuh 9,49 persen, disusul industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki yang tumbuh 9,42 persen.

Selanjutnya, kinerja gemilang juga ditunjukkan oleh industri logam dasar yang tumbuh 8,99 persen, industri tekstil dan pakaian jadi yang tumbuh 8,73 persen, industri makanan dan minuman yang tumbuh 7,91 persen, serta industri karet, barang dari karet dan plastik yang tumbuh 6,92 persen.

Industri tekstil dan pakaian jadi mampu tumbuh tinggi, didukung oleh peningkatan produksi di daerah-daerah kantong sektor tersebut. Sementara itu, industri logam dasar tumbuh karena dipacu oleh permintaan aktivitas konstruksi serta permintaan luar negeri yang meningkat. Sedangkan, pertumbuhan industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki lantaran dipengaruhi oleh peningkatan permintaan luar negeri terutama produk sepatu.

“Kalau kita lihat, pertumbuhannya persektor rata-rata masih tinggi, mereka mampu melampaui pertumbuhan ekonomi,” ujarnya. Pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2018 tercatat di angka 5,17 persen.

Di tengah kondisi perlambatan ekonomi di tingkat global, Kemenperin optimistis memasang target pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,4 persen pada tahun 2019. Adapun sektor-sektor yang diproyeksikan tumbuh tinggi, di antaranya industri makanan dan minuman , permesinan, tekstil dan pakaian jadi, serta kulit barang dari kulit dan alas kaki.

Pertumbuhan produktivitas

Di era digital yang sedang bergulir, Kemenperin mendorong industri manufaktur di Indonesia untuk memanfaatkan teknologi terkini agar mampu menciptakan inovasi. Adapun lima teknologi utama yang menopang pembangunan sistem industri 4.0, yaitu Internet of Things, Artificial Intelligence, Human–Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3D Printing.

“Jadi, dengan implementasi industri 4.0, sektor manufaktur dapat meningkatkan produktivitas dan mendukung diversifikasi produk. Hal ini tentunya sejalan terhadap kebijakan hilirisasi dalam upaya menciptakan nilai tambah tinggi di dalam negeri,” tutur Menperin.

Merujuk data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan produksi industri manufaktur skala besar dan sedang pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 4,07 persen dibanding tahun 2017. Kenaikan tersebut terutama disebabkan terdongkraknya produksi industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, yang naik 18,78 persen.

Selanjutnya, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang di triwulan IV-2018 naik sebesar 3,90 persen (y-on-y) terhadap triwulan IV-2017. Lonjakan ini terjadi disebabkan oleh meningkatnya produksi industri minuman yang mencapai 23,44 persen.

Sementara itu, pertumbuhan produksi industri mikro dan kecil (IMK) naik hingga 5,66 persen dibandingkan tahun 2017. Lonjakan ini disebabkan meningkatnya produksi industri percetakan dan reproduksi media rekaman yang mencapai 21,73 persen.

Adapun jenis-jenis industri manufaktur mikro dan kecil yang mengalami kenaikan tertinggi pada 2018 meliputi industri pencetakan dan reproduksi media rekaman yang naik 21,73 persen dibandingkan tahun 2017.

Kemudian, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia naik 17,91 persen, industri peralatan listrik naik 15,02 persen, industri logam dasar naik 13,42 persen, serta jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan naik 12,72 persen.

Menurut Airlangga, digitalisasi mendorong pengembangan pabrik masa depan di era industri 4.0 atau Future Factory 4.0. Ini menjadi inisiatif yang bertujuan membantu perusahaan-perusahaan manufaktur, termasuk industri kecil dan menengah (IKM), untuk beradaptasi dengan tekanan persaingan global dan perkembangan teknologi terbaru.

“Inisiatif ini akan membantu industri untuk memenuhi permintaan konsumen global yang meningkat terhadap produk yang lebih ramah lingkungan, lebih sesuai dan lebih berkualitas melalui transisi industri dengan lebih sedikit limbah dan penggunaan sumber daya yang lebih baik,” papar Menperin.

Guna memaksimalkan pemanfaatan teknologi terkini, perlu mengidentifikasi keterampilan baru yang dibutuhkan serta mendukung upaya peningkatan kemampuan dan pendidikan SDM industri. Untuk itu, pemerintah berkomitmen menyiapkan formulasi percepatan penerapan industri 4.0 melalui insentif pajak (untuk sektor yang berinvestasi di penelitian dan pengembangan teknologi), pelatihan manajer dan ahli, fasilitas untuk IKM, program percontohan, dan pendirian pusat inovasi industri 4.0.

“Kami optimis, melalui 10 program prioritas nasional yang ada di Making Indonesia 4.0, akan mencapai aspirasi besarnya untuk menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030,” tandasnya.