Reporter : Admin Terbitan

JAKARTA, terbitan.com – Nasib tragis, harus dialami oleh Togap Marpaung, salah seorang fungsional pengawas radiasi di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Diujung kariernya, mantan Kabid Pengkajian Bidang Industri Bapeten ini diduga justru ‘dipaksa’ pensiun oleh institusinya sendiri. Padahal alumni Fakultas MIPA, jurusan Fisika, program studi Proteksi Radiasi Universitas Indonesia (UI) ini telah memperoleh pengharagaan Satya Lencana 30 tahun dari Presiden Joko Widodo, 17 Agustus 2016 lalu.

Perjalanan karier, peraih gelar Post Graduate Diploma (PGD) dari Universitas Kebangsaan Malaysia atas sponsor dari IAEA ini sebelumnya terbilang mulus. Pengawas radiasi madya Gol IV/c, ini terbilang pakar dalam bidang yang ditekuninya. Mantan Kasubdit Peraturan Kesehatan dan Industri (2004-2012) ini terbilang cukup mumpuni dalam bidang nuklir, secara khusus proteksi radiasi.

Namun perjalanan karier Togap tiba-tiba mengalami batu sandungan, ketika Bapeten memberi sanksi penurunan pangkat dan golongan serta pemotongan gaji, 22 Desember 2016. Ironisnya, dalih Bapeten memberikan sanksi itu karena Togap dinilai telah melanggar disiplin sesuai dengan PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Anehnya, konon pelanggaran disiplin itu karena Togap telah melaporkan dugaan terjadi korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2013 dan masalah impor pesawat Sinar X untuk kesehatan. Jadi alih-alih dapat reward, karena tindakannya itu, Togap justru memperoleh sanksi hukuman.

Merasa kondite dan prestasi kerjanya baik, tentu saja Togap, tidak terima dengan sanksi dari institusinya. Togap langsung menggugat SK penurunan pangkat yang dibuat Kepala Bapeten ke PTUN, dengan perkara No. 63/G/2017/PTUN-JKT, 17 Maret 2017 lalu. Setelah melalui serangkaian sidang PTUN mengabulkan gugatan dengan keputusan (inkrach) berupa pengembalilan statusnya seperti semula.

Meski telah memenangkan gugatan, ternyata perjalanan karier Togap tak kembali mulus, bahkan terkesan banyak pihak yang ingin menjegal karirenya, hal itu terlihat dalam proses uji kompetensi pengawas radiasi sebagai syarat untuk memperoleh pensiun pada umur 65 tahun. Tidak tangggung-tanggung Togap harus mengalami kegagalan hingga 4 kali selama 4 tahun berturut-turut. Padahal sesuai dengan pengakuannya materi uji itu relatif mudah, uji kompetensi hanya sekitar 1 hari, bersifat formalitas tidak seperti uji kompetensi lelang jabatan (fit and propper test).

Sebagai pembanding Togap telah lolos dalam proses lelang jabatan Pratama (eselon II.A) di Bapeten, dengan materi uji kompetensi bidang dan manajerial selama 4 hari, sehingga layak menjadi seorang direktur. Bahkan prestasi kerja Togap juga terbilang kinclong karena memiliki Angka Kredit 883 poin, jauh di atas angka minimal sebesar 850 poin.

Upaya ‘penjegalan’ terhadap karier Togap ternyata tidak berhenti disitu, 11 Juli 2018 lalu, salah seorang staf Kepegawaian Bapeten menyampaikan jika dirinya telah dinyatakan pensiun, meski hingga saat ini dirinya tidak menerima langsung SK tersebut. Namun janggalnya, konon SK tersebut merupakan produk Bapeten, padahal sesuai ketentuan adalah produk BKN. Edisi selanjutnya tentang dugaan korupsi di Bapeten.

Ketika dikonfirmasi melalui whatsaapp, Sekretaris Utama Bapeten, Hendriyanto Haditjahyono menolak jika institusinya dianggap arogan dan sewenang-wenang dalam menetapkan pensiun Togap Marpaung,

“Sama sekali tidak ada arogansi dalam penetapan pensiun saudara Togap Marpaung ini karena berdasarkan PP No 11 tahun 2017 kami harus segera menerbitkan penetapan bila seorang PNS sudah memasuki batas usia pensiun, walaupun saat ini saudara Togap Marpaung sedang dalam proses hukum di PTUN,“ jelasnya.

E-KORAN

IKLAN UCAPAN IDUL FITRI