Reporter : Terbitan Banten

Oleh: Silviah Sulastri
Mahasiswa pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

OPINI, terbitan.com – Indonesia terdiri dari berbagai macam macam ras, suku, bahasa, agama serta adat istiadat serta kebiasaan yang berbeda beda, oleh karena itu urgensi kesadaran atas kebinekaan tak bisa di tawar tawar lagi. Karena dengan kesadaran tersebut akan mendorong sikap saling menghargai dan juga kita tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan perpecahan.

Namun diakui atau tidak, keanekaragaman di Indonesia akan terus diuji oleh waktu dan peristiwa-peristiwa. Misalnya saja setelah pemilu muncul keributan antara kubu yang menang dengan kubu yang kalah.

Pemilu yaitu sarana yang penting dalam kehidupan suatu Negara yang menganut azaz demokrasi serta memberikan kesempatan berpartisipasi politik bagi warga Negara untuk memilih wakil wakilnya yang akan menyuarakan dan menyalurkan aspirasi mereka. proses pemilihan pemimpin ini untuk lima tahun kedepan sehingga jangan sampai merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Berbeda pilihan merupakan sebuah keniscayaan, karena setiap individu akan selalu mempunyai sudut pandang dan penilaian yang berbeda dengan orang lain, termasuk dengan keluarga, saudara bahkan teman. Tentu akan sangat tidak etis apabila hanya karena agenda 5 tahunan keharmonisan antar keluarga tidak berjalan dengan baik seperti sebelumnya hanya karena beda pilihan.

Kita sering kali menemukan pertengkaran-pertengkaran didunia maya maupun didunia nyata hanya karena perbedaan pandangan politik yang didukung, kegaduhan yang mereka buat sering kali membuat kita merasa gelisah dan memunculkan pemikiran di dalam benak kita bahwa negri ini sudah berada diambang kehancuran. Sangat disayangkan mengapa persatuan yang kita jalin selama ini pudar hanya karena pesta demokrasi yang dilaksanakan sekali dalam lima tahun.

Tahapan pemilu 2019 sudah berjalan, selanjutnya pada 21 mei 2019 KPU telah menetapkan pemenang dalam pemilu tahun ini. Setelah itu, munculah berbagai gesekan sosial untuk menolak hasil pemilu yang bermula dari opini media massa sehingga masyarakat mudah terprovokasi. Misalnya aja ada gerakan “2019GantiPresiden”, “people power”, tidak percaya kepada lembaga lembaga mapan (KPU dan MK) maupun lembaga independen (quick count, dll) yang menimbulkan persoalan sehingga dapat mencederai semangat persatuan dan kesatuan bangsa.

Puncaknya itu terjadi demonstrasi pada tanggal 21-22 mei timbul kerusuhan, pembakaran dan bahkan ada niatan untuk membunuh pejabat negara dan pimpinan lembaga survey di berbagai tempat Jakarta sehingga ada sebagian pro terhadap Jokowi maupun pro terhadap Prabowo. Bahkan timbul kebencian terhadap aparat dan pemerintah semuanya karena adanya politik adu domba serta diduga karena adanya rencana terstruktur dan sistematis dalam tragedi kerusuhan 22 Mei tesebut yang tujuan utamanya adalah melihat ketidakmampuan pemerintah dalam menangani kerusuhan tersebut sehingga rakyat menuntut presiden Joko Widodo mundur dari kursi kepresidenan. Namun, TNI-POLRI mampu mengendalikan itu semua.

Para politisi seharusnya lebih berfokus kepada narasi politik sehat yang mempersatukan dan mendamaikan para pendukungnya dengan megedepankan rasionalitas bukan emonalitas ataupun kepentingan kelompok agama tertentu. Bahkan elit elite politik seharusnya lebih mengedepankan isu-isu nasional yang membangun secara progresif dan substansif terhadap narasi-narasi politiknya.

Padahal masih banyak sekali permasalahan-permasalahan di negeri ini selain mengurus politik, misalnya kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan yang memang harus diatasi serta propaganda-propaganda asing yang ingin melihat Indonesia ini hancur.

Sebelum demonstrasi itu terjadi pada tanggal 20 mei 2019 itu terdapat momentum yang bersejarah bagi Indonesia yaitu hari kebangkitan nasional. Hari yang seharusnya menjadi semangat untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa justru diwarnai dengan kondisi yang dikarenakan adanya kepentingan hasil pemilu.

Sebelum demonstrasi itu terjadi pada tanggal 20 Mei 2019 itu terdapat momentum yang bersejarah bagi Indonesia yaitu hari Kebangkitan Nasional. Hari yang seharusnya menjadi semangat untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa justru diwarnai dengan kondisi yang dikarenakan adanya kepentingan hasil pemilu.

Peringatan hari Kebangkitan Nasional ke-111 bukan hanya agenda tahunan saja tetapi hari kebangkitan nasional kita harus berkaca pada sejarah bahwa dulu pemuda sudah memiliki peran besar dalam menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Hal ini juga dijadikan titik tolak bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk mengajak meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam menyongsong masa depan yang lebih baik serta terus bangkit demi kemajuan bangsa dan Negara.

Menurut saya persoalan terpilih atau tidak dalam sebuah kompetisi demokrasi adalah hal yang biasa. Semua pihak khususnya masyarakat tidak boleh terprovokasi dengan informasi yang belum tentu kebenarannya, kalau ada informasi yang masuk maka harus dilihat terlebih dahulu jangan dari satu sumber tetapi dari sumber yang lain juga kemudian serap informasi tersebut jangan mudah emosi akan tetapi menjaga suasana yang kondusif serta menjaga persatuan dan kesatuan.

Oleh karena itu semangat persatuan dalam menjaga keutuhan NKRI pasca pemilu sangatlah penting untuk dilakukan karena pasca pemilu banyak pergesekan sosial dan juga generasi milenial harus memperluas wawasan, membaca serta mampu menggunakan internet dan media sosial secara bijaksana dan yang paling terpenting adalah memperkuat jiwa nasionalisme. (*)